SUKOHARJO, KLIKSOLONEWS.COM – Di usia senjanya yang telah menginjak 79 tahun, Sutinah, warga Desa Jati, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, kini dihadapkan pada ujian hidup yang berat.
Perempuan sederhana yang selama puluhan tahun berjualan nasi liwet di kawasan Jalan Slamet Riyadi, Solo, itu terancam kehilangan rumah yang telah ia tempati selama lebih dari enam dekade.
Ancaman itu datang dari seorang perempuan berinisial SM, yang mengklaim bahwa tanah tempat tinggal Sutinah termasuk dalam sertifikat tanah miliknya. Perselisihan ini mulai mencuat sejak tahun 2024, setelah Pemerintah Desa Jati memanggil kedua belah pihak untuk bermusyawarah.
Dalam pertemuan di balai desa, SM menunjukkan sertifikat tanah dan menuntut agar Sutinah membayar tanah yang ditempatinya atau segera meninggalkan lokasi tersebut. Namun, Sutinah menolak, karena meyakini bahwa tanah itu adalah miliknya yang sah.
Melalui kuasa hukumnya, Wasyim Ahmad Argadiraksa dari Law Firm DA & Co, Sutinah disebut telah menempati tanah tersebut sejak tahun 1955. Ia membeli tanah itu secara sah dari Mulyotaruno alias Jiyo, pemilik sebelumnya, melalui akta jual beli tertanggal 5 Februari 1984.
“Tanah itu sudah bersertifikat dan dibalik nama menjadi milik Ibu Sutinah pada tahun 1984. Beliau tidak pernah mengalihkan kepemilikan kepada siapa pun,” ujar Wasyim saat ditemui di Polres Sukoharjo, Kamis (30/10/2025).
Jalan Panjang Mencari Keadilan
Merasa dirugikan oleh klaim tersebut, Sutinah meminta klarifikasi kepada Pemerintah Desa Jati. Pemerintah desa kemudian menggelar musyawarah pada 18 November 2024, namun SM tidak hadir. Saat musyawarah dijadwalkan ulang, SM kembali tidak datang dengan alasan hanya akan hadir jika mendapat panggilan dari pengadilan.
Kasus ini pun berlanjut ke Kantor Pertanahan (BPN) Sukoharjo. Pihak BPN memfasilitasi tiga kali mediasi, namun tidak membuahkan hasil karena SM tetap bersikukuh mengklaim tanah tersebut.
Puncaknya, pada 8 Agustus 2025, SM melaporkan Sutinah ke Polres Sukoharjo dengan tuduhan pemalsuan surat dan penyerobotan tanah.
Meski sempat absen dalam panggilan pertama karena kondisi kesehatannya, pada Kamis (30/10/2025) Sutinah akhirnya memenuhi panggilan penyidik untuk memberikan klarifikasi.
Dalam kesempatan itu, Sutinah menyerahkan sejumlah dokumen penting, termasuk fotokopi Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit pada 1975 dan telah dibalik nama atas namanya sejak 1984.
Tak tinggal diam, Sutinah juga mengajukan laporan balik terhadap SM atas dugaan laporan palsu, keterangan palsu, pemalsuan surat, dan penyerobotan tanah.
Ia turut melaporkan oknum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berinisial AF serta seorang saksi penunjuk batas yang merupakan saudara kandung SM, karena diduga memberikan keterangan palsu kepada petugas ukur BPN Sukoharjo.
Kuasa hukum Sutinah, Wasyim Ahmad Argadiraksa, menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan bentuk perjuangan kliennya untuk mendapatkan keadilan.
“Kami ingin kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap praktik penyerobotan tanah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” tegas Wasyim.
“Kami juga berharap aparat penegak hukum bisa bertindak objektif dan adil, karena Ibu Sutinah memiliki bukti kepemilikan yang sah dan riwayat penguasaan tanah yang sangat panjang,” lanjutnya.
Sutinah sendiri kini hanya berharap agar rumah yang telah ia tempati sejak muda dapat tetap menjadi tempat berlindungnya di hari tua. Di tengah kondisi fisik yang menurun, ia terus berjuang mempertahankan hak yang diyakininya sah.
“Saya cuma ingin tenang di rumah saya sendiri. Rumah ini sudah saya rawat sejak dulu, sejak anak-anak saya kecil,” ucap Sutinah lirih.
Kisah perjuangan Sutinah menjadi potret nyata perjuangan masyarakat kecil menghadapi persoalan agraria yang masih sering terjadi di berbagai daerah.
Di tengah ketegangan hukum yang belum usai, harapan Sutinah sederhana — agar kebenaran berpihak padanya.(KS01)
 
									 
													





