Tren Budidaya Padi Sehat Petani Desa Wangen: Hasil Melimpah, Rasa Unggul, dan Tanah Subur

  • Whatsapp
Tren Budidaya Padi Sehat Petani Desa Wangen: Hasil Melimpah, Rasa Unggul, dan Tanah Subur. (KlikSoloNews/dok Alfian Khamal)

KLATEN, KLIKSOLONEWS.COM  – Tren positif tengah melanda dunia pertanian. Petani semakin tertarik dengan metode budidaya sehat dan beralih ke sistem budidaya tersebut, meninggalkan cara konvensional yang banyak menggunakan bahan kimia.

Perubahan ini didorong oleh berbagai keuntungan yang dirasakan, mulai dari peningkatan hasil produksi hingga pelestarian kualitas tanah.

Bacaan Lainnya

Dalam beberapa dekade terakhir, lahan pertanian di Indonesia semakin terpapar bahan kimia sintetis. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara intensif berdampak terhadap penurunan kualitas tanah di lahan pertanian.

Tanah yang dahulu subur kini menjadi keras, kurang gembur, dan kehilangan kesuburannya. Kondisi ini menjadi tantangan serius pada dunia pertanian kedepan, tetang bagaimana keberlanjutan lahan pertanian senada

Tren budidaya sehat ini telah dilakukan Gita Pertiwi dalam pendampingan kepada petani di Kabupaten Klaten salah satunya di Desa Wangen.

Melalui program regenerative agriculture, petani diajak untuk menerapkan teknik-teknik budidaya sehat dengan mengurangi penggunaan bahan kimiam menambah bahan organik, mengatur pengairan dan memperkuat SDM petani.

Langkah awal yang dilakukan dalam penerapan regenerative agriculture bersama petani Desa Wangen dimulai praktik dengan model demplot budidaya padi sehat di lahan seluas 1,28 Ha.

Melalui demplot ini, Gita Pertiwi bersama petani Desa Wangen menyelenggarakan sekolah lapang dan belajar tentang pupuk organik, pestisida nabati, manajemen air, dan teknik peremajaan tanah yang berkelanjutan. Keberhasilan demplot memicu antusiasme para petani lain untuk bergabung.

Tren Budidaya Padi Sehat Petani Desa Wangen: Hasil Melimpah, Rasa Unggul, dan Tanah Subur. (KlikSoloNews/dok Alfian Khamal)

Dari demplot seluas 1,28 Ha tersebut, ada perluasan hingga 5,79 Ha lahan yang menerapkan budidaya padi sehat. Untuk mempermudah petani dalam mengikuti teknik ini, Gita Pertiwi menyusun SOP Budidaya Padi Sehat, yang dipasang di hamparan sawah sebagai panduan praktis.

Dari situlah petani Desa Wangen yang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Sidodadi 2 semakin banyak yang tertarik dengan budidaya sehat.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya petani yang ikut menerapkan praktik baik budidaya sehat. Salah satu petani yang baru pertama kali melakukan budidaya sehat sudah bisa merasakan hasil panennya, dikatakan bahwa beras utuh dan rasa nasinya enak dan pulen tahan 2 hari tidah mudah basi.

Sebagai upaya mendukung sarana produksi pertanian (saprotan) organik dapat terpenuhi, Gapoktan setempat membentuk unit usaha yang bertugas memproduksi saprotan organik untuk petani.

Dari Mei hingga November 2024 ini Gapoktan telah memproduksi saprotan organik sebanyak 450 liter POC, 4.361 kg pupuk organik padat dan 260 liter pesnab.

Produksi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan 89 pathok lahan atau setara dengan 16 hektar yang tertarik untuk menerapkan budidaya sehat.

Kehadiran unit usaha ini tidak hanya mendukung kemandirian petani tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi Gapoktan.

Lebih Menguntungkan

Dari sisi ekonomi, budidaya padi sehat terbukti lebih menguntungkan. Analisis Usaha Tani menunjukkan, sistem konvensional membutuhkan biaya 583.000 ribu/Ha/MT. Sementara budidaya padi sehat hanya membutuhkan biaya 404.270 ribu/Ha/MT.

Dengan selisih 178.73 ribu/Ha/MT petani dapat menghemat pengeluaran biaya produksi setiap musimnya. Pengurangan biaya, ketergantungan pada pupuk dan pestisida kimia serta peningkatan kualitas tanah menjadikan budidaya sehat pilihan yang lebih ekonomis dalam jangka Panjang bagi petani.

Maryadi selaku Pemerintah Desa Wangen sangat mendukung budidaya sehat ini diterapkan di daerahnya.

Budidaya sehat tidak hanya sekedar mengurangi bahan kimia dan menggunakan bahan organik tetapi manfaatnya bisa menyuburkan tanah di lahan pertanian dan meningkatkan kualitas hasil produksi berbeda dengan penggunaan kimia yang menurunkan kualitas tanah.

“Penggunaan pupuk kimia semakin lama akan bertambah terus karena petani tanaman tidak kelihatan hijua kurang marem dan lama – lama tanah jadi keras. Misal petani pakai 50 kg pupuk kimia, nanti tanam berikutnya lebih dari itu. Sehingga dapat meningkatkan biaya produksi dan mengurangi kualitas produktiv tanah,” ujar Maryadi saat berdiskusi dalam pembentukan pengurus kelompok produksi saprotan organik.

Maryadi juga berharap dari praktik baik ini dapat menginspirasi petani yang lain agar menerapkan budidaya pertanian regenerative sehingga lebih banyak petani di Desa Wangen yang merasakan manfaatnya.

Meski masih ada menjadi tantangan, tren budidaya sehat diprediksi akan terus berkembang, karena petani yang telah merasakan manfaatnya, dapat menginspirasi rekan-rekan petani yang lain dengan getok tular. (Alfian Khamal/KS01)

Pos terkait